DPR Akan Terus Perjuangkan RUU PPDK
DPR RI akan terus memperjuangkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang PercepatanPembangunan Daerah Kepualauan (PPDK) hingga tuntas.
Seluruh Fraksi DPR RI sepakat untuk terus membahas RUU ini, dan RUU ini juga telah disepakati dalam Rapat Paripurna DPR menjadi usul inisiatif DPR. Demikian disampaikan masing-masing juru bicara fraksi pada rapat dengar pendapat dengan Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan, Rabu (26/9) di gedung DPR.
Agenda Pansus RUU PPDK sore itu adalah mendengarkan masukan atas tanggapan Pemerintah tentang RUU PPDK.
Wakil Ketua Pansus RUU PPDK Alex Litaay mengatakan, dalam menyampaikan pandangan dan pendapatnya terhadap RUU PPDK, Pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri mengatakan DPR RI merumuskan RUU PPDK bertentangan dengan UUD 1945.
Konsepsi "Daerah Kepulauan" dalam RUU ini juga dianggap Pemerintah bertentangan dengan Hukum Internasional maupun Peraturan Perundang-undangan dan akan menciptakan Negara dalam Negara.
Untuk itu, kata Alex, Pansus ingin mendengar tanggapan dari tujuh Provinsi Kepulauan (Gubernur Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, NTB, NTT, Bangka Belitung serta Ketua DPRD) yang terkait langsung dengan RUU ini untuk memberikan tanggapannya.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Koordinator Badan Kerjasama Provinsi Kepulauan yang juga Gubernur Maluku M.G. Lailossa mengatakan, pendapat dan pandangan Pemerintah bahwa DPR RI merumuskan RUU PPDK yang bertentangan dengan UUD 1945 merupakan suatu tindakan "pelecehan" secara hukum maupun politik terhadap institusi DPR RI.
Menurut Lailossa, pada dasarnya pandangan dan pendapat Pemerintah terhadap RUU PPDK "kering" dari perspektif filosofis, sosiologis maupun psikologis, hanya berorientasikan pada aspek yuridis dan terkesan "propokatif".
Pada dasarnya RUU PPDK dikembangkan dalam kerangka pemikiran Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang ber-Bhineka Tunggal Ika (berbeda tetapi satu). Konteks perbedaan berdasarkan karakteristik daerah antara daerah continental (terrestrial), daratan lebih besar dari lautan (terrestrial-akuatik) dan lautan lebih besar dari daratan (akuatik-terrestrial atau kepulauan), hendak menempatkannya dalam perbedaan perlakuan.
Apabila daerah provinsi dengan karakteristik akuatik terrestrial diperlakukan khusus dalam suatu undang-undang, maka hendaknya dilihat dalam konteks pelaksanaan pemerintahan daerah berdasarkan asas desentralisasi dalam bingkai NKRI.
Dasarnya adalah Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan "Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa". Oleh karena itu, katanya, RUU ini nantinya hendaknya dilihat sebagai undang-undang yang dapat memperkuat NKRI, adanya pengakuan desentralisasi a-simetris dan suatu UU yang lex specialis dimana berbagai undang-undang yang bersifat umum harus mengabdi pada UU PPDK tersebut.
Adanya wilayah kewenangan daerah provinsi kepulauan yang ditetapkan berdasarkan prinsip penarikan garis pangkal lurus kepulauan sebagaimana tercantum dalam United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982, hendaknya dilihat secara substansi sebagai upaya adopsi penggunaan norma dan bukan membentuk rezim hukum baru dalam negara.
Dia menegaskan, RUU PPDK ini tidak bertentangan dengan Hukum Internasional, UUD 1945 maupun Peraturan Perundang-undangan.
Adanya daerah provinsi kepulauan, perlu mendapat pengaturan secara khusus karena keadaan geografis sebagai daerah kepulauan.
Oleh karena itu, dia sangat menyayangkan tanggapan Pemerintah yang disampaikan Menteri Dalam Negeri memberikan kesimpulan demikian.
Lailossa menegaskan, RUU PPDK juga tidak bertentangan dengan UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, karena RUU ini tidak memberikan kedaulatan di territorial laut kepada Daerah Kepulauan dan tidak membentuk rezim hukum baru, tetapi hanya memberikan kewenangan mengelola di wilayah laut yang lebih luas kepada Daerah Kepulauan.
Kebijakan Pemerintah yang menyamakan semua karakteristik daerah selama ini, justru yang menimbulkan dan dianggap bertentangan dengan UU No. 43 Tahun 2008, sehingga menimbulkan kemiskinan dan kemelaratan masyarakat pada daerah-daerah dengan karakteristik kepulauan.
Untuk itu, sebagai wakil daerah kepulauan dia mendukung dan ikut berjuang pembahasan RUU ini, pandangan dan pendapat Pemerintah kiranya dapat dijadikan sebagai dasar atau argumen dalam pembahasan RUU PPDK. (tt)foto:wy/parle